Sedikit banyak terkadang rindu menulis. Menumpahkan gundah, perasaan, pikiran, dan sambatan. Virus terkini sukses merenggut ayah tercinta dari istriku. Berbeda dengan mertua yang kalah. Saya sukses melewati hadangan virus itu. 10 hari isoman, pada mulanya terasa lama. Apalagi saya harus mengungsi ke kamar lain, meninggalkan istri dan anak. Rindu sudah pasti. Padahal hanya berbeda kamar saja. Apalagi rindu kepada orang yang tidak akan kembali? Tidak hanya istri saya yang kehilangan orang tercintanya. Cinta pertamanya. Jumlah kematian akibat virus ganas ini tinggi sekali grafiknya. Sabang hingga Merauke ada minimal satu. Kuatlah kalian yang ditinggalkan. Hidup ini terus berjalan bagi kalian yang hidup. Hari ini, saya sudah terbebas dari isoman. Sudah bisa mencium istri dan anak. Meski, anosmia ini masih bertahan. Tidak bisa mencium ini enak nggak enak. Untungnya saya masih bisa merasa. Terutama, merasa prihatin dengan keadaan diri saya sendiri yang sangat terdampak akibat pandemi.
Beberapa waktu yang lalu saya mengalami kebingungan akan aktivitas, kebosanan akan aktivitas, kemalasan akan rutinitas. Sudah pada titik dimana rebahan saja saya merasa bosan. Hingga akhirnya saya memutuskan untuk menonton film. Film seri yang tidak terlalu berat dalam berpikir dan harus menyenangkan. Jatuhlah pilihan ke sequel Harry Potter. Saya menyelesaikan ke-tujuh (gak nonton yang pertama) memakan waktu hampir 7 hari. Sebab internet provider di rumah saya ini memang minta dikata2in. Lalu apa yang spesial dari orang biasa seperti saya nonton harry potter hingga tamat? Ga ada. Eheh.. Tapi saya bisa menangkap sesuatu dari film ini yang berkaitan dengan disiplin ilmu yang saya pelajari, ilmu jiwa. Mulanya ada film yang berjudul Prisoner of Azkaban . Tatkala Dementor memasuki kereta yang ditumpangi para siswa/i Hogwarts. Dementor bertujuan untuk mengecek keberadaan Sirius Black yang kala itu menjadi buronan kementerian sihir. Tak disangka, Dementor mampir ke bilik yang berisi